KPK Panggil Dirut PT Jembatan Nusantara Terkait Dugaan Korupsi Akuisisi oleh PT ASDP
Direktur Utama PT Jembatan Nusantara, Andi Mashuri, dipanggil KPK terkait dugaan korupsi dalam akuisisi perusahaan tersebut oleh PT ASDP senilai Rp1,272 triliun yang mengakibatkan kerugian negara Rp893 miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Utama PT Jembatan Nusantara (JN), Andi Mashuri, untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT JN oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019-2022. Pemanggilan ini dilakukan setelah KPK sebelumnya menahan tiga mantan direktur PT ASDP pada 13 Februari 2025 terkait kasus yang sama. Kasus ini diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp893 miliar dari total nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun.
Selain Andi Mashuri, KPK juga memanggil mantan Direktur Utama PT JN tahun 2022, Sri Rahayu Lin Astuti. Pemeriksaan terhadap kedua pihak dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Selasa. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan informasi tersebut kepada para jurnalis. Perlu ditekankan bahwa sebelumnya terdapat ralat dalam pemberitaan, di mana Andi Mashuri salah ditulis sebagai mantan Dirut PT JN.
Kasus dugaan korupsi ini melibatkan sejumlah pihak penting dari kedua perusahaan. Nilai transaksi akuisisi yang fantastis dan potensi kerugian negara yang signifikan menjadi sorotan utama dalam penyelidikan yang dilakukan KPK. Proses hukum akan terus berlanjut untuk mengungkap fakta dan menetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas dugaan tindak pidana korupsi ini.
Pemeriksaan Terhadap Pihak PT Jembatan Nusantara
Pemanggilan Andi Mashuri sebagai Direktur Utama PT Jembatan Nusantara menjadi langkah penting dalam upaya KPK mengungkap dugaan korupsi dalam akuisisi perusahaan tersebut. Beliau akan dimintai keterangan terkait perannya dalam proses KSU dan akuisisi oleh PT ASDP. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan tersebut diharapkan dapat memperkuat bukti-bukti yang telah dikumpulkan KPK.
KPK juga memanggil mantan Direktur Utama PT JN tahun 2022, Sri Rahayu Lin Astuti. Pemanggilan ini menunjukkan bahwa KPK tengah menyelidiki peran berbagai pihak yang terlibat dalam proses akuisisi tersebut. Baik Andi Mashuri maupun Sri Rahayu akan dimintai keterangan terkait berbagai aspek transaksi, termasuk mekanisme pengambilan keputusan dan potensi penyimpangan yang terjadi.
Proses pemeriksaan ini merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan yang dilakukan KPK untuk memastikan bahwa semua fakta terungkap dan keadilan ditegakkan. KPK akan terus bekerja keras untuk mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat dalam dugaan korupsi ini.
Tiga Mantan Direktur PT ASDP Ditahan
Sebelumnya, pada 13 Februari 2025, KPK telah menahan tiga mantan direktur PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terkait kasus dugaan korupsi ini. Ketiga mantan direktur tersebut adalah Ira Puspadewi (Dirut PT ASDP 2017—2024), Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan 2019—2024), dan Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan 2020—2024).
Penahanan ketiga mantan direktur PT ASDP ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengusut kasus dugaan korupsi tersebut. Ketiganya diduga terlibat dalam proses akuisisi PT JN yang mengakibatkan kerugian negara. Proses hukum terhadap mereka akan terus berlanjut hingga pengadilan.
Nilai akuisisi PT JN oleh PT ASDP mencapai Rp1,272 triliun, dengan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp893 miliar. Angka-angka tersebut menunjukkan besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan oleh dugaan tindak pidana korupsi ini.
Proses hukum yang sedang berjalan akan terus dipantau publik. KPK diharapkan dapat mengungkap semua fakta dan menetapkan hukuman yang setimpal bagi para pelaku.
Dengan adanya pemeriksaan terhadap Dirut PT Jembatan Nusantara dan mantan Dirut, serta penahanan terhadap tiga mantan direktur PT ASDP, kasus ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. Proses penegakan hukum yang transparan dan akuntabel sangat diharapkan untuk mengembalikan kepercayaan publik.