Lahan Tumpang Tindih Ancam Program Folu Net Sink 2030 di Bengkulu
Investigasi Genesis Bengkulu ungkap lebih dari 40.000 hektare lahan program Folu Net Sink 2030 tumpang tindih dengan aktivitas eksploitatif, mengancam target penyerapan karbon.

Bengkulu, 27 April 2024 - Temuan mengejutkan datang dari Provinsi Bengkulu. Investigasi Yayasan Genesis Bengkulu mengungkap adanya tumpang tindih lahan seluas lebih dari 40.000 hektare dalam program Folu Net Sink 2030. Lahan tersebut ternyata digunakan untuk aktivitas eksploitatif, seperti pertambangan dan penebangan kayu, yang mengancam keberhasilan program nasional ini. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya upaya Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Manajer Kampanye Kehutanan Genesis Bengkulu, Angga Kurniawan, mengungkapkan hasil investigasi yang menunjukkan tumpang tindih lahan di tiga lokasi berbeda. Ketiga lokasi tersebut meliputi wilayah kerja PT Bentara Agra Timber di Kabupaten Mukomuko (8.400 hektare), PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) di Kabupaten Bengkulu Utara (16.900 hektare), dan PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDMu) di Kabupaten Seluma (24.900 hektare). Aktivitas di lahan-lahan tersebut dinilai berpotensi menghambat penyerapan karbon yang menjadi tujuan utama program Folu Net Sink 2030.
"Banyak sekali tumpang tindih dengan izin pertambangan, peminjaman kawasan hutan dan aktivitas-aktivitas yang sifatnya eksploitatif," ungkap Angga Kurniawan. Ia menambahkan bahwa jika kondisi ini dibiarkan, maka target program Folu Net Sink 2030 di Bengkulu dikhawatirkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah mitigasi segera untuk memastikan agar lahan yang menjadi wilayah program benar-benar sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan pemerintah.
Ancaman Terhadap Target Nasional
Program Folu Net Sink 2030 merupakan kebijakan pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 98 tahun 2021. Program ini bertujuan untuk menciptakan kondisi di mana tingkat serapan karbon lebih tinggi daripada tingkat emisi pada tahun 2030. Hal ini dilakukan melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Provinsi Bengkulu sendiri memiliki wilayah kerja Folu Net Sink 2030 seluas 364.167 hektare, yang sebagian besar berada di kawasan hutan lindung dan produksi.
Angga Kurniawan menekankan pentingnya keseriusan Indonesia dalam mengurangi emisi GRK dan mengendalikan perubahan iklim. "Bentuk keseriusan Indonesia dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), mengendalikan perubahan iklim serta mitigasi dampaknya dibuktikan dengan menerbitkan kebijakan Folu Net Sink 2030," jelasnya. Namun, tumpang tindih lahan yang ditemukan Genesis Bengkulu menjadi ancaman serius bagi pencapaian target tersebut.
Wilayah kerja Folu Net Sink di Bengkulu mencakup kawasan bernilai tinggi secara ekologis. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air, hulu sungai, dan habitat satwa langka seperti harimau Sumatera dan gajah Sumatera. Aktivitas eksploitatif di area tersebut berpotensi merusak ekosistem dan menimbulkan bencana alam.
Mitigasi dan Langkah Maju
Genesis Bengkulu menyoroti perlunya tindakan segera untuk mengatasi masalah tumpang tindih lahan ini. "Namun sayangnya beberapa area dan kawasan telah dibebani izin yang bersifat eksploitatif yang akan mengubah bentang alam saat beroperasi, bahkan dapat menjadi sumber bencana. Seperti tambang emas dan batu bara serta izin penebangan kayu di hutan alam," ujar Angga. Ia berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah mitigasi yang efektif untuk memastikan tercapainya target Folu Net Sink 2030 di Bengkulu.
Lebih lanjut, Angga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap izin-izin yang telah dikeluarkan, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. Hal ini bertujuan untuk melindungi kawasan hutan dan memastikan keberlanjutan program Folu Net Sink 2030. Tanpa adanya tindakan yang tepat dan cepat, ancaman terhadap keberhasilan program ini akan semakin besar.
Temuan Genesis Bengkulu ini menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk bekerja sama dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca. Keberhasilan program Folu Net Sink 2030 sangat bergantung pada pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan terbebas dari aktivitas eksploitatif.