Mantan Anggota Bawaslu Jadi Saksi Sidang Hasto Kristiyanto: Kriminalisasi Politik?
Sidang kasus dugaan perintangan penyidikan Harun Masiku kembali bergulir dengan kesaksian mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio, yang diyakini akan memperkuat dugaan kriminalisasi politik terhadap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

Sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku memasuki babak baru dengan hadirnya saksi kunci, mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina. Agustiani Tio akan memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 24 April 2024, terkait keterlibatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebagai terdakwa. Selain Agustiani Tio, dua saksi lainnya yang turut dihadirkan adalah kader PDI Perjuangan, Saeful Bahri, dan pengacara PDI Perjuangan, Donny Tri Istiqomah.
Pihak penasihat hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menyatakan bahwa kesaksian ketiga saksi tersebut diyakini tidak akan memberikan informasi baru. Ronny bahkan mempertanyakan alasan persidangan ini masih berlanjut, mengingat putusan pengadilan tahun 2020 terkait kasus ini sudah berkekuatan hukum tetap. Menurutnya, fakta persidangan tahun 2020 telah menyatakan bahwa uang suap kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, senilai Rp400 juta, berasal dari Harun Masiku, bukan dari Hasto Kristiyanto. "Saya rasa keterangan ketiganya tidak ada yang baru dan harusnya keterangan para saksi sama dengan putusan tahun 2020 yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Apa lagi yang mau ditanyakan?" ujar Ronny kepada wartawan.
Ronny Talapessy mencurigai adanya upaya kriminalisasi politik terhadap kliennya. Ia menyatakan, "Ada apa? Ini yang kami sebut kriminalisasi politik hukum dengan membungkam Sekjen PDI Perjuangan dengan dalih korupsi." Pernyataan tersebut semakin memperkuat dugaan adanya motif politik di balik persidangan ini.
Dakwaan Terhadap Hasto Kristiyanto
Hasto Kristiyanto didakwa melakukan perintangan penyidikan perkara korupsi Harun Masiku pada rentang waktu 2019-2024. Dakwaan tersebut menyebutkan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk menenggelamkan telepon genggamnya ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wahyu Setiawan. Tidak hanya itu, Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk melakukan hal yang sama terhadap telepon genggam miliknya sendiri.
Selain dakwaan perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Uang tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Dapil Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.
Atas perbuatannya, Hasto Kristiyanto terancam pidana sesuai Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Analisis dan Konteks Kasus
Kasus ini melibatkan beberapa tokoh penting dan menimbulkan pertanyaan mengenai kemungkinan adanya motif politik di balik persidangan. Kesaksian Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu, menjadi sorotan karena potensinya untuk memperkuat atau melemahkan dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto. Pernyataan Ronny Talapessy yang menyebut kriminalisasi politik juga patut menjadi perhatian publik. Perlu kajian lebih lanjut untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan.
Terkait dengan uang suap, perlu ditelusuri lebih detail asal-usul dan alur peredarannya untuk memastikan keterlibatan Hasto Kristiyanto. Peran masing-masing terdakwa juga perlu dikaji secara mendalam agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Kesimpulannya, sidang kasus ini masih menyisakan banyak pertanyaan dan membutuhkan pengungkapan fakta yang lebih komprehensif. Pernyataan-pernyataan yang saling bertolak belakang antara pihak penuntut dan pembela semakin mempertegas pentingnya proses persidangan yang adil dan transparan.