Pengamat Minta Penegakan Hukum Kasus Pagar Laut Berbasis Fakta, Bukan Asumsi
Pengamat hukum Pieter Zulkifli meminta penegakan hukum kasus pagar laut di Tangerang berdasarkan fakta dan data, bukan asumsi atau tekanan politik, serta mengingatkan pentingnya regulasi yang jelas terkait legalitas sertifikat tanah di wilayah perairan.
![Pengamat Minta Penegakan Hukum Kasus Pagar Laut Berbasis Fakta, Bukan Asumsi](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/08/140031.731-pengamat-minta-penegakan-hukum-kasus-pagar-laut-berbasis-fakta-bukan-asumsi-1.jpg)
Polemik kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten, tengah menjadi sorotan publik. Seorang pengamat hukum dan politik, Pieter Zulkifli, menekankan pentingnya penegakan hukum yang berlandaskan fakta dan data, bukan sekadar asumsi atau pengaruh politik. Pernyataan ini disampaikannya pada Sabtu lalu di Jakarta.
Harus Berbasis Fakta, Bukan Asumsi
Pieter Zulkifli, dalam keterangan tertulisnya, menyatakan keprihatinannya terhadap potensi terkikisnya kepercayaan publik terhadap sistem hukum jika penegak hukum bertindak berdasarkan asumsi tanpa penyelidikan mendalam. Ia mengingatkan bahwa kasus ini bukan hanya masalah administrasi pertanahan biasa, melainkan menyangkut legalitas sertifikat tanah di wilayah perairan yang memerlukan pendekatan regulasi yang jelas dan komprehensif.
Kasus ini semakin kompleks dengan beredarnya surat dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang meminta data penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Desa Kohod, Tangerang. Surat tersebut diduga terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat. Pieter mengingatkan Kejagung untuk tidak terburu-buru menyimpulkan adanya korupsi tanpa penyelidikan yang menyeluruh. Kesimpulan yang salah dapat mencederai kredibilitas institusi hukum dan menciptakan ketidakpastian hukum yang luas.
Regulasi yang Jelas Terkait Tanah di Perairan
Pieter menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) Pokok Agraria Tahun 1960, hak atas tanah tidak hanya mencakup daratan, tetapi juga wilayah perairan. Proses pengajuan hak atas tanah di perairan, menurutnya, harus melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021. Lebih lanjut, Pasal 1 angka (7) PP Nomor 43 Tahun 2021 juga menjelaskan tentang perizinan kegiatan yang memanfaatkan ruang laut.
Dengan demikian, secara yuridis, tanah di bawah air dapat disertifikatkan. Oleh karena itu, proses hukum kasus pagar laut harus mengikuti kerangka regulasi yang ada, bukan berdasarkan asumsi. Pieter berharap Kejaksaan Agung bekerja secara profesional dan transparan, tanpa intervensi politik, dan membuktikan pelanggaran hukum dengan bukti dan fakta, bukan sekadar dugaan.
Dampak Terhadap Iklim Investasi
Pieter juga menyoroti dampak potensial dari penanganan kasus ini terhadap iklim investasi di Indonesia. Ia mengingatkan bahwa program Investasi Nasional berpotensi terganggu jika para pejabat tidak memahami regulasi yang berlaku. Transparansi dan profesionalisme dalam penyelidikan, menurutnya, sangat penting untuk memastikan keadilan ditegakkan tanpa merugikan kepentingan nasional.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, membenarkan adanya surat permintaan data dari Kejagung kepada Kepala Desa Kohod. Surat tersebut terkait penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan kepemilikan hak atas tanah di wilayah perairan laut Tangerang. Harli menegaskan bahwa Kejagung saat ini masih mengumpulkan data dan keterangan, dan mendahulukan kementerian/lembaga dalam pemeriksaan pendahuluan.
Kesimpulan
Kasus pagar laut di Tangerang menyoroti pentingnya penegakan hukum yang berbasis fakta dan data, serta pemahaman yang mendalam terhadap regulasi yang berlaku terkait kepemilikan tanah di wilayah perairan. Transparansi dan profesionalisme dalam proses hukum menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik dan mendukung iklim investasi yang sehat di Indonesia. Semoga kasus ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan, tanpa mengabaikan aspek legalitas dan regulasi yang berlaku.