Tiga Pelaku Penyebar Isu SARA di Rejang Lebong Dihukum Cambuk
Badan Musyawarah Adat (BMA) Rejang Lebong menjatuhkan sanksi cambuk kepada tiga penyebar isu SARA, sebagai bagian dari program restorative justice.

Rejang Lebong, Bengkulu, 12 Mei 2025 - Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Rejang Lebong menjatuhkan hukuman cambuk kepada tiga individu yang terbukti menyebarkan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-Agama) di wilayah tersebut. Kejadian ini melibatkan penggunaan media sosial sebagai alat penyebaran ujaran kebencian yang meresahkan masyarakat. Proses hukum adat ini menjadi sorotan karena menawarkan solusi alternatif di luar jalur pengadilan.
Proses hukum adat dipimpin langsung oleh Ketua BMA Rejang Lebong, Ahmad Faizir, di Balai Desa Dusun Sawah, Kecamatan Curup Utara. Ketiga tersangka, yang sebelumnya diamankan Polres Rejang Lebong pada 10 Maret 2025 atas laporan warga, dijatuhi sanksi cambuk 100 kali sebagai hukuman atas tindakan mereka. Keputusan ini diambil setelah proses perdamaian adat dilakukan, sehingga denda uang ditiadakan.
Dengan adanya penyelesaian secara adat ini, kasus tersebut resmi ditutup oleh Polres Rejang Lebong. Langkah ini merupakan bagian dari program 'restorative justice', yang difokuskan pada penyelesaian kasus-kasus kecil yang memungkinkan penyelesaian melalui jalur adat. Hal ini menunjukkan komitmen BMA Rejang Lebong dalam menegakkan hukum adat dan memberikan efek jera kepada para pelaku.
Tersangka dan Sanksi yang Diterima
Tiga tersangka yang menerima hukuman cambuk adalah Ahmad Sapari (41) dari Dusun II Desa Dusun Sawah, Junaidi (27) dari Kelurahan Talang Benih, dan Muhammad Ichsan (26) dari Desa Tasikmalaya. Selain hukuman cambuk, mereka juga dikenakan sejumlah ketentuan tambahan. Selama tiga bulan ke depan, mereka dilarang bepergian ke luar daerah dan wajib melapor secara berkala kepada Polres Rejang Lebong dan BMA Rejang Lebong. Ini merupakan bagian dari upaya pengawasan dan pembinaan pasca-hukuman.
Ketua BMA Rejang Lebong, Ahmad Faizir, menegaskan bahwa hukuman cambuk merupakan sanksi terberat dalam hukum adat setempat. Beliau menjelaskan bahwa keputusan ini telah dikoordinasikan dengan Polres Rejang Lebong, menunjukkan kerja sama yang baik antara lembaga adat dan kepolisian dalam menegakkan hukum dan keadilan. Para tersangka juga telah menyatakan persetujuan mereka terhadap sanksi yang dijatuhkan.
Penerapan hukum adat ini didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pemberlakuan Hukum Adat Istiadat Rejang. BMA Rejang Lebong telah berhasil menyelesaikan 469 perkara melalui jalur adat, menunjukkan efektivitas sistem hukum adat dalam menyelesaikan konflik di masyarakat.
Imbauan dan Dukungan
Staf Ahli Bupati Rejang Lebong Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Upik Zumratul Aini, mengingatkan masyarakat akan pentingnya bijak dalam menggunakan media sosial. Beliau menekankan agar masyarakat berhati-hati dalam mengeluarkan pendapat dan membagikan informasi, terutama yang belum terverifikasi kebenarannya. Penggunaan media sosial yang tidak bertanggung jawab dapat berdampak hukum dan merugikan pihak lain.
"Di media sosial hati-hati dengan jarimu, karena ini akan menjadi jejak digital. Jangan mudah share berita atau informasi yang belum diketahui kebenarannya, biarlah orang lainnya yang membagikannya," kata Upik Zumratul Aini.
Ketua DPRD Rejang Lebong, Juliansyah Yayan, memberikan dukungan penuh terhadap BMA Rejang Lebong dalam menjalankan tugasnya. Beliau mengapresiasi upaya penyelesaian perkara ringan melalui jalur hukum adat, yang dinilai efektif dan sesuai dengan kearifan lokal.
Kasus ini menunjukkan upaya pemerintah daerah Rejang Lebong dalam menggabungkan hukum adat dengan sistem peradilan modern untuk menciptakan keadilan dan ketertiban di masyarakat. Proses restorative justice ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam menyelesaikan konflik secara damai dan efektif.