Bendahara Desa di Sabang Divonis 2 Tahun Penjara Kasus Korupsi Dana Desa Rp4,8 Miliar
Ahsani Taqwin, bendahara desa di Sabang, divonis 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta karena korupsi dana desa Rp4,8 miliar, sementara terdakwa lain dibebaskan.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh telah menjatuhkan vonis dua tahun penjara terhadap Ahsani Taqwin, bendahara desa di Gampong Balohan, Kota Sabang, Aceh. Ahsani terbukti bersalah melakukan korupsi dana desa sebesar Rp4,8 miliar pada tahun 2024. Vonis dibacakan pada Jumat lalu oleh majelis hakim yang diketuai Faisal Mahdi, dengan terdakwa hadir tanpa pengacara.
Kasus ini melibatkan dua terdakwa, Ahsani Taqwin dan Eddy Saputra. Ahsani, yang juga menjabat sebagai Kepala Urusan Keuangan Gampong Balohan, terbukti menyalahgunakan dana desa yang mencapai Rp350 juta. Uang tersebut seharusnya digunakan untuk belanja desa, gaji aparatur, dan keperluan lainnya, namun sebagian besar justru disimpan di brankas kantor desa dan digelapkan oleh Ahsani.
Selain hukuman penjara, Ahsani juga diwajibkan membayar denda Rp100 juta subsider satu bulan kurungan. Uang pengganti kerugian negara tidak dibebankan karena Rp193,2 juta telah disita selama penyidikan. Menariknya, terdakwa Eddy Saputra dibebaskan dari semua dakwaan karena majelis hakim menyatakan tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan keterlibatannya dalam tindak pidana korupsi tersebut, meskipun Ahsani sempat mengajaknya membakar kantor desa untuk menghilangkan jejak.
Korupsi Dana Desa Rp4,8 Miliar di Sabang
Gampong Balohan menerima alokasi dana desa sebesar Rp4,8 miliar pada tahun 2024. Ahsani Taqwin, sebagai bendahara desa, berwenang mencairkan dana tersebut berdasarkan persetujuan kepala desa. Dari total Rp350 juta yang dicairkan, hanya Rp118,3 juta yang digunakan untuk keperluan desa sebagaimana mestinya. Sisanya, disimpan di brankas kantor desa.
Menurut majelis hakim, Ahsani kemudian mengambil uang dari brankas untuk kepentingan pribadi. Ia juga mengajak Eddy Saputra untuk membakar kantor desa agar seolah-olah uang tersebut hangus terbakar. Namun, Eddy Saputra dinyatakan tidak mengetahui maksud Ahsani dan tidak terbukti terlibat dalam korupsi tersebut.
Majelis hakim menyatakan Ahsani terbukti melanggar Pasal 10 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut tiga tahun penjara dan uang pengganti kerugian negara.
Vonis Lebih Ringan Dibanding Tuntutan JPU
Jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut Ahsani Taqwin dengan hukuman tiga tahun penjara, denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan, dan uang pengganti Rp6,2 juta. Terhadap Eddy Saputra, jaksa menuntut hukuman dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan. Jaksa mendakwa kedua terdakwa berdasarkan Pasal 3 junto Pasal 18 ayat (1) huruf a, b ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada jaksa penuntut umum dan kedua terdakwa untuk menyatakan sikap menerima atau menolak putusan tersebut. Putusan ini menjadi sorotan mengingat besarnya dana desa yang disalahgunakan dan dampaknya terhadap pembangunan di Gampong Balohan.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Mekanisme pengawasan yang ketat perlu diterapkan untuk mencegah terjadinya korupsi dan memastikan dana tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Meskipun Ahsani divonis lebih ringan dari tuntutan JPU, putusan ini tetap memberikan efek jera dan diharapkan dapat mencegah tindakan serupa di masa mendatang. Proses hukum ini juga menunjukkan pentingnya pembuktian yang kuat dalam kasus korupsi agar keadilan dapat ditegakkan.
Kesimpulan
Kasus korupsi dana desa di Gampong Balohan, Kota Sabang, ini menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat dalam pengelolaan keuangan desa. Putusan pengadilan terhadap Ahsani Taqwin diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi aparatur desa lainnya agar senantiasa bertanggung jawab dan transparan dalam menjalankan tugasnya.