Vonis 5 Tahun Penjara, Mantan Kades Air Kasar Korupsi Dana Desa Miliaran Rupiah
Usman Rahman Ali Daeng Parany, mantan kepala desa Air Kasar, divonis 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta oleh hakim Tipikor Ambon atas kasus korupsi Dana Desa dan ADD tahun 2020-2022.

Pengadilan Tipikor Ambon telah menjatuhkan vonis 5 tahun penjara terhadap Usman Rahman Ali Daeng Parany, mantan kepala desa Air Kasar, Kecamatan Tutuktolu, Kabupaten Seram Bagian Timur. Ia terbukti bersalah melakukan korupsi Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2020-2022. Vonis ini dibacakan pada Selasa di Ambon oleh ketua majelis hakim, Wilson Shriver.
Usman dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain hukuman penjara, ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim juga memerintahkan Usman untuk membayar uang pengganti sebesar Rp508.283.288. Jika uang pengganti tersebut tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kekurangannya. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, Usman akan menjalani hukuman penjara tambahan selama satu tahun enam bulan.
Vonis ini lebih tinggi dua tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari SBT, Junita Sahetapy, yang sebelumnya menuntut Usman dengan hukuman tiga tahun penjara, denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan, dan uang pengganti Rp508,2 juta subsider satu tahun enam bulan penjara. Baik JPU maupun penasihat hukum terdakwa, Nuzul Banda, menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.
Korupsi Dana Desa dan ADD Negeri Air Kasar
Kasus korupsi yang dilakukan Usman Rahman Ali Daeng Parany melibatkan dana desa dan ADD Negeri Air Kasar tahun anggaran 2020-2022. Besaran kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindakan korupsi tersebut mencapai ratusan juta rupiah. Rincian penggunaan dana yang tidak sesuai peruntukannya masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
Proses persidangan telah berlangsung beberapa waktu dan menghadirkan sejumlah saksi serta bukti-bukti yang menguatkan dakwaan JPU. Terdakwa terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatannya sebagai kepala desa untuk memperkaya diri sendiri.
Majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis. Hal yang memberatkan adalah tindakan Usman tidak mendukung program pemerintah dalam pencegahan korupsi. Sementara itu, hal yang meringankan adalah sikap terdakwa yang sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Uang Pengganti dan Sita Harta
Kewajiban Usman untuk membayar uang pengganti sebesar Rp508.283.288 merupakan upaya untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsinya. Proses penagihan uang pengganti akan dilakukan oleh pihak kejaksaan. Jika Usman tidak mampu membayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kekurangannya. Mekanisme ini diatur dalam hukum acara pidana untuk memastikan negara mendapatkan kembali kerugian yang ditimbulkan.
Proses penyitaan harta benda akan dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Pihak kejaksaan akan melakukan inventarisasi dan penilaian aset milik Usman untuk memastikan proses pelelangan berjalan dengan transparan dan akuntabel.
Putusan pengadilan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi dan sekaligus menjadi pembelajaran bagi kepala desa lainnya untuk mengelola keuangan desa dengan transparan dan akuntabel.
Langkah hukum selanjutnya akan ditentukan oleh JPU dan terdakwa setelah masa pikir-pikir berakhir. Baik JPU maupun terdakwa memiliki hak untuk mengajukan banding atas putusan tersebut ke pengadilan tingkat lebih tinggi.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menunjukkan pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Dana desa yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.