DPRD Surabaya Pertanyakan Utang Rp5,6 Triliun Pemkot: Prioritaskan Warga, Bukan Pengembang!
Ketua Komisi A DPRD Surabaya mempertanyakan rencana utang Pemkot sebesar Rp5,6 triliun, mendesak prioritas pada kebutuhan dasar warga dan efisiensi anggaran, bukan proyek menguntungkan pengembang.
![DPRD Surabaya Pertanyakan Utang Rp5,6 Triliun Pemkot: Prioritaskan Warga, Bukan Pengembang!](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/000104.492-dprd-surabaya-pertanyakan-utang-rp56-triliun-pemkot-prioritaskan-warga-bukan-pengembang-1.jpg)
Surabaya, 2 Februari 2024 - Rencana Pemkot Surabaya untuk meminjam dana sebesar Rp5,6 triliun untuk berbagai proyek pembangunan menjadi sorotan tajam dari DPRD. Ketua Komisi A, Yona Bagus Widyatmoko, menyatakan hingga kini belum ada pembahasan resmi terkait rencana utang tersebut.
Yona menekankan perlunya kejelasan skala prioritas dalam penggunaan dana utang. Program yang langsung menyentuh kebutuhan dasar warga, seperti pendidikan dan kesehatan, harus diprioritaskan. Ia mempertanyakan sejumlah proyek infrastruktur, seperti Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) dan Middle East Ring Road (MERR), yang dinilai lebih menguntungkan pengembang daripada warga.
"Kalau berbicara tentang utang, skala prioritas harus jelas. Pendidikan dan kesehatan harus diutamakan. Proyek seperti JLLB dan MERR perlu dikaji ulang. Apakah ini benar-benar menguntungkan warga atau pengembang?" tegas Yona.
Pembangunan MERR, misalnya, dinilai tidak memberikan manfaat langsung bagi warga. "Faktanya, nilai tanah sekitar MERR melonjak setelah pembangunan. Yang diuntungkan pengembang, bukan warga," ujar Yona.
DPRD Surabaya mengaku sama sekali tidak dilibatkan dalam pembahasan rencana utang ini. "Pemkot jangan membuat pernyataan seolah-olah DPRD sudah setuju. Kami tidak pernah diajak bicara," ungkapnya dengan nada tegas.
Yona juga mengingatkan besarnya jumlah utang tersebut. "Rp5,6 triliun bukan uang receh. Beban utang ini akan ditanggung warga," katanya. Kekhawatiran semakin bertambah dengan defisit Pendapatan Asli Daerah (PAD) Surabaya tahun 2024 yang mencapai Rp1,5 triliun. "PAD saja tidak tercapai, bagaimana mau menambah utang?" tanyanya.
Sebagai alternatif, Yona menyarankan Pemkot memaksimalkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ada. Ia mempertanyakan perlunya pinjaman besar tersebut untuk program pembangunan lima tahun ke depan. Apalagi, wacana program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp1,1 triliun yang awalnya akan dibiayai APBD, kini ditanggung APBN.
"Jika MBG dibiayai APBN, kita punya ruang fiskal lebih besar tanpa harus berhutang," jelasnya. Ia juga menyoroti masih adanya hutang Pemkot kepada vendor, termasuk di Dinas Cipta Karya. "Jangan sampai utang baru membebani keuangan kota lebih berat lagi," imbuhnya.
Meskipun memahami niat baik Wali Kota Surabaya, Yona menekankan pentingnya realisme dalam pengambilan kebijakan. "Kita pahami niat baik Wali Kota, tapi harus realistis. Apakah utang Rp5,6 triliun benar-benar solusi untuk masalah Surabaya?" tanya Yona.
Ia bahkan menyarankan Pemkot mencontoh efisiensi anggaran pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo yang mampu memangkas anggaran hingga Rp300 triliun di semester awal. "Prioritaskan program-program yang benar-benar penting," tutupnya.