Sidang Eks Kasat Narkoba Barelang Ditunda, Anggaran Rp1,9 Miliar Dipertanyakan
Pengadilan Negeri Batam menunda sidang mantan Kasatresnarkoba Barelang, Kompol Satria Nanda, dan sembilan anggotanya hingga 10 April, dengan anggaran pengungkapan kasus narkoba tahun 2024 sebesar Rp1,9 miliar menjadi sorotan.

Pengadilan Negeri (PN) Batam menunda sidang kasus narkoba yang melibatkan mantan Kasatresnarkoba Polresta Barelang, Kompol Satria Nanda, dan sembilan anggotanya. Penundaan sidang diputuskan pada Senin, setelah pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) di PN Batam. Sidang akan dilanjutkan pada 10 April mendatang, dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU. Ketua Majelis Hakim Tiwik menyatakan penundaan tersebut. Kasus ini melibatkan dugaan penyimpangan dana dan penyalahgunaan barang bukti narkoba.
Sebelum penundaan, sidang sempat memeriksa Didi Wahyudi, staf Keuangan Polresta Barelang. Pemeriksaan saksi-saksi sebelumnya, termasuk Nurdeni Rian (mantan Kasubnit 2 Satresnarkoba Polresta Barelang), Rheno Rizki Putra, Bachtiar Tobosina Sitorus, Budi Setiawan, dan Veridian Syaifullah, telah dilakukan. Sidang yang berlangsung hingga larut malam sempat diselingi jeda untuk ibadah. Fokus pemeriksaan saksi mengarah pada anggaran pengungkapan kasus narkoba di Polresta Barelang tahun 2024.
Pemeriksaan saksi-saksi bertujuan untuk mengungkap dugaan penyimpangan anggaran dan penyalahgunaan barang bukti. Terungkap fakta mengejutkan terkait pengelolaan anggaran dan alur pencairan dana. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana tersebut dalam upaya pemberantasan narkoba.
Sorotan Anggaran dan Pengelolaannya
Didi Wahyudi, saksi dari pihak keuangan Polresta Barelang, mengungkapkan bahwa anggaran untuk pengungkapan kasus narkoba pada tahun 2024 mencapai Rp1,9 miliar. Proses pencairan dana melibatkan pengajuan nota dinas oleh Kasatresnarkoba kepada bagian anggaran, kemudian disposisi dari Kapolresta kepada bendahara Polresta untuk proses pencairan. Pencairan dana dilakukan bertahap; 50 persen diajukan di awal untuk kegiatan lidik dan sidik, sisanya dicairkan setelah pelaporan pertanggungjawaban.
Didi juga menjelaskan bahwa idealnya pengajuan anggaran dilakukan setiap bulan. Pada tahun 2024, tercatat 67 laporan polisi (LP) yang diajukan anggarannya, dari total target 78 LP. Penjelasan ini memberikan gambaran tentang mekanisme pengelolaan anggaran dan jumlah kasus yang ditangani. Namun, detail lebih lanjut mengenai penggunaan anggaran masih perlu diungkap untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Keterangan saksi lainnya, Nurdeni Rian, mengungkapkan fakta mengejutkan tentang penyalahgunaan barang bukti. Ia menyebutkan bahwa 1 kg sabu dijual untuk membayar informan. Selain itu, Nurdeni juga menyebut adanya permintaan uang sebesar Rp300 juta dari salah satu terdakwa untuk biaya praperadilan, meskipun permintaan tersebut belum dipenuhi.
Kondisi Menekan dan Keterlibatan Saksi
Nurdeni Rian juga mengungkapkan tekanan yang dialaminya karena harus membiayai kebutuhan harian mantan anggota Subnit 1 Satresnarkoba Polresta Barelang yang ditahan di Rutan Polda Kepri. Tekanan tersebut berujung pada keterlibatannya dalam penyisihan 5 kg sabu dari 35 kg barang bukti yang diungkap oleh Subnit 1 pada pertengahan 2024. Saat ini, Nurdeni menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Tembilahan dan ditahan di Lapas Kelas IIA Tembilahan bersama dua anggotanya.
Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan ini menunjukkan adanya dugaan penyimpangan anggaran dan penyalahgunaan barang bukti. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran, khususnya dalam bidang penegakan hukum, sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik.
Persidangan ini menjadi sorotan publik dan penegak hukum. Semoga proses hukum yang berjalan dapat mengungkap seluruh kebenaran dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan dan memastikan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara.