DPR Usul Devisa Ekspor Percepat Hilirisasi: Dorong Investasi dan Ciptakan Lapangan Kerja
Anggota DPR Alfons Manibui mengusulkan pemanfaatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk mempercepat hilirisasi, meningkatkan investasi, dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia.

Jakarta, 14 Mei 2024 - Anggota Komisi XII DPR, Alfons Manibui, mengusulkan agar Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang diwajibkan ditempatkan di dalam negeri dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong percepatan hilirisasi di Indonesia. Hal ini disampaikannya dalam pernyataan di Jakarta, Rabu lalu. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 yang mewajibkan eksportir sumber daya alam menempatkan seluruh DHE di bank nasional selama 12 bulan.
Menurut Alfons, kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat perekonomian Indonesia. Dengan mengoptimalkan DHE di dalam negeri, Indonesia dapat beralih dari sekadar pengekspor bahan mentah menjadi eksportir produk bernilai tambah. "Kalau dana ekspor diputar di dalam negeri, hilirisasi bisa dipercepat. Kita bisa naik kelas dari penjual bahan mentah jadi eksportir produk bernilai tambah," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pemanfaatan DHE tidak hanya sebatas menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan cadangan devisa, tetapi juga sebagai instrumen penting untuk pembangunan ekonomi nasional. Dengan demikian, keuntungan dari ekspor tidak hanya dinikmati oleh pihak luar negeri, tetapi juga berkontribusi langsung pada pembangunan di dalam negeri.
Hilirisasi Tercepat dengan Optimalisasi DHE
Alfons menjelaskan bahwa DHE yang disimpan di dalam negeri dapat digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk membangun smelter, mengembangkan industri turunan, dan meningkatkan riset dan teknologi. Hal ini akan mempercepat proses hilirisasi dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global. "Kebijakan ini adalah langkah strategis untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia. Sudah saatnya hasil ekspor kita dimanfaatkan untuk memperkuat industri nasional," ujarnya kembali menekankan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pelaku usaha tetap dapat menggunakan DHE untuk kebutuhan operasional, membayar pajak, impor bahan baku, dan melunasi utang. Pemerintah juga memberikan insentif berupa pembebasan pajak atas bunga deposito dan kemudahan dalam menjadikan DHE sebagai agunan kredit. Dengan demikian, penggunaan DHE tidak akan menghambat aktivitas bisnis.
Dengan adanya insentif tersebut, diharapkan akan lebih banyak investasi yang masuk ke Indonesia. Hal ini akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya beli masyarakat. Dampak positif ini akan terasa terutama di daerah penghasil sumber daya alam, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Sinergi Tiga Pihak: Kunci Efektivitas Kebijakan
Alfons juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan perbankan agar kebijakan penempatan DHE dapat berjalan efektif. Pemerintah perlu aktif memberikan insentif dan memastikan sistem perbankan siap menampung dana dalam jumlah besar. "Yang penting bukan cuma aturannya, tapi pelaksanaannya. Pemerintah harus aktif memberi insentif dan memastikan sistem perbankan siap menampung dana besar," katanya.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan kebijakan ini bergantung pada kerja sama yang solid dari seluruh pemangku kepentingan. Dengan sinergi yang baik, DHE dapat menjadi alat strategis untuk memperkuat industri nasional, menciptakan lapangan kerja, dan membangun ekonomi daerah. Hal ini akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, usulan pemanfaatan DHE untuk percepatan hilirisasi ini merupakan langkah progresif yang perlu didukung. Dengan pengelolaan yang tepat, DHE dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif. Peran aktif pemerintah, dunia usaha, dan perbankan sangat krusial untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini.