PP Tunas: Upaya Pemerintah Kurangi Adiksi Ponsel Remaja Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) diharapkan mampu mengurangi adiksi ponsel dan paparan konten negatif pada remaja Indonesia.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Meutya Hafid, baru-baru ini menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah adiksi ponsel dan konten digital di kalangan remaja Indonesia. Sosialisasi PP Tunas telah dilakukan di SMAN 2 Purwakarta, Jawa Barat, guna memberikan pemahaman lebih lanjut tentang peraturan ini.
Berdasarkan data yang ada, rata-rata remaja Indonesia menghabiskan waktu lebih dari 8 jam sehari untuk menggunakan ponsel. Penggunaan ponsel yang berlebihan ini berisiko menyebabkan paparan konten negatif dan adiksi, yang berdampak pada perilaku anak, seperti mudah marah jika dilarang menggunakan ponsel. Hal ini menjadi perhatian serius pemerintah karena dapat mengganggu perkembangan anak.
Indonesia, dengan jumlah pengguna internet aktif di bawah 18 tahun mencapai 212 juta jiwa dan 48 persen pengguna ponsel berusia di bawah 18 tahun, menjadi pasar yang menarik bagi platform media sosial. Namun, hal ini juga meningkatkan risiko paparan konten negatif bagi anak-anak. Oleh karena itu, PP Tunas hadir sebagai payung hukum untuk melindungi anak dari bahaya tersebut.
Peran PP Tunas dalam Mengatasi Adiksi Ponsel Remaja
PP Tunas memberikan landasan hukum bagi platform media sosial untuk menerapkan aturan yang lebih ketat dalam melindungi anak. Aturan ini mencakup pembatasan akses berdasarkan usia dan risiko konten. Platform yang melanggar ketentuan akan dikenai sanksi administratif, mulai dari denda hingga penonaktifan aplikasi.
“Jadi nanti kalau ini sudah berlaku penuh, kalau ada platform yang kedapatan ada anak di bawah usia tertentu masuk di platform tersebut, maka dia akan kena sanksi, mulai dari sanksinya administratif, mulai dari denda, hingga kalau yang memang sudah berulang, ditutup, karena tidak menghormati hukum-hukum yang memang sudah dikeluarkan oleh pemerintah,” jelas Menteri Meutya Hafid.
Dengan adanya sanksi yang tegas, diharapkan platform media sosial akan lebih bertanggung jawab dalam menyaring konten dan membatasi akses anak di bawah umur ke konten yang berisiko. Hal ini diharapkan dapat mengurangi angka adiksi ponsel dan paparan konten negatif di kalangan remaja.
Pemerintah berkomitmen untuk mensosialisasikan PP Tunas secara luas dan mengajak kerja sama berbagai pihak untuk memastikan efektivitas peraturan ini. Tidak hanya untuk mengatasi adiksi ponsel, PP Tunas juga diharapkan dapat menurunkan angka kejahatan dunia digital, seperti judi online.
Strategi Pemerintah dalam Mengatasi Adiksi Digital
Selain penerapan PP Tunas, pemerintah juga perlu mempertimbangkan strategi lain untuk mengatasi masalah adiksi digital pada remaja. Beberapa strategi yang dapat dipertimbangkan antara lain:
- Sosialisasi dan Edukasi: Meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama orang tua dan remaja, tentang bahaya adiksi digital dan pentingnya penggunaan internet yang sehat.
- Pengembangan Aplikasi dan Platform Ramah Anak: Memfasilitasi pengembangan aplikasi dan platform digital yang aman dan edukatif bagi anak-anak.
- Kerjasama dengan Pihak Swasta: Bekerja sama dengan penyedia layanan internet dan platform media sosial untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman.
- Penegakan Hukum yang Tegas: Memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melanggar aturan terkait perlindungan anak di dunia digital.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan masalah adiksi digital pada remaja di Indonesia dapat diatasi secara efektif. Peran serta seluruh pihak, termasuk pemerintah, orang tua, sekolah, dan platform media sosial, sangat penting untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan sehat bagi anak-anak.
PP Tunas merupakan langkah awal yang penting dalam upaya melindungi anak-anak Indonesia dari dampak negatif penggunaan internet yang berlebihan. Namun, keberhasilannya bergantung pada komitmen dan kerjasama semua pihak untuk menerapkan dan mensosialisasikan peraturan ini secara efektif.