KKP Temukan Dugaan Pelanggaran Pemanfaatan Air Laut di Kaltara
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menemukan dugaan pelanggaran pemanfaatan air laut oleh PT PRI di Tarakan, Kaltara, karena belum memiliki izin lengkap sesuai KBLI untuk penampungan dan penyaluran air baku.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menemukan dugaan pelanggaran pemanfaatan air laut di Tarakan, Kalimantan Utara. Dugaan pelanggaran ini ditemukan pada PT PRI, sebuah perusahaan yang memanfaatkan air laut untuk proses produksi bubur kertas dan pendinginan mesin. Penemuan ini berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan KKP, yang menunjukkan perusahaan tersebut belum mengantongi dokumen perizinan lengkap sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono (Ipunk), menjelaskan bahwa meskipun pemanfaatan air laut hanya sebagai penunjang industri, perusahaan tetap wajib melengkapi izin sesuai KBLI. Hal ini ditegaskan meskipun kegiatan pemanfaatan air laut bukan merupakan kegiatan utama perusahaan tersebut. Perusahaan tersebut menggunakan air laut yang telah diolah melalui instalasi desalinasi.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10/2021 mengatur bahwa perusahaan dengan kapasitas sistem pengambilan air (water intake) di atas 50 liter per detik wajib mencantumkan KBLI 36002 - Penampungan dan Penyaluran Air Baku. PT PRI, menurut Kepala Stasiun PSDKP Tarakan Yoki Jiliansyah, memiliki kapasitas water intake sebesar 125.000 meter kubik per hari, atau setara dengan 1.446 liter per detik, jauh melebihi ambang batas yang ditetapkan.
Dugaan Pelanggaran dan Potensi Sanksi
Yoki Jiliansyah menambahkan bahwa pihaknya tengah melakukan analisa mendalam terhadap unsur-unsur pelanggaran yang dilakukan PT PRI berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021. Hasil analisa ini akan menjadi dasar penentuan sanksi administratif yang akan dijatuhkan kepada perusahaan tersebut. Potensi sanksi administratif ini merupakan konsekuensi dari ketidakpatuhan perusahaan terhadap regulasi yang berlaku.
Kegiatan pemanfaatan Air Laut Selain Energi (ALSE) seperti yang dilakukan PT PRI diatur secara khusus. Penggunaan air laut untuk keperluan industri selain energi, meskipun penunjang, tetap harus memenuhi persyaratan perizinan yang telah ditetapkan. Ketidakpatuhan terhadap regulasi ini dapat berdampak pada sanksi yang cukup berat.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang sebelumnya telah meminta seluruh pelaku usaha untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam pemanfaatan ruang laut dan sumber daya laut. Tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dan pesisir, tidak mengganggu kehidupan sosial masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Kapasitas Instalasi Desalinasi PT PRI
Instalasi desalinasi milik PT PRI memiliki kapasitas pengambilan air laut yang signifikan, yaitu 125.000 meter kubik per hari. Kapasitas ini jauh melebihi ambang batas minimum yang ditetapkan dalam peraturan, sehingga mengharuskan perusahaan untuk memiliki izin sesuai KBLI 36002. Ketidakpatuhan perusahaan ini menjadi dasar temuan dugaan pelanggaran oleh KKP.
KKP menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi dalam pemanfaatan sumber daya laut. Hal ini tidak hanya untuk melindungi lingkungan tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Pengawasan yang ketat akan terus dilakukan untuk mencegah pelanggaran serupa di masa mendatang.
Langkah KKP ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengawasi dan melindungi sumber daya laut Indonesia. Dengan penegakan hukum yang tegas, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang tidak mematuhi peraturan yang berlaku.
Kesimpulannya, temuan dugaan pelanggaran pemanfaatan air laut oleh PT PRI di Kaltara menjadi bukti pentingnya kepatuhan terhadap regulasi dalam sektor kelautan dan perikanan. KKP akan terus melakukan pengawasan untuk memastikan keberlanjutan sumber daya laut dan menegakkan aturan yang berlaku.