IHSG Melemah 0,32 Persen di Tengah Pelonggaran Tarif Impor AS
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,32 persen di tengah sinyal pelonggaran tarif impor AS, meskipun ada kekhawatiran atas kontraksi PDB Korea Selatan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, 24 April, ditutup melemah 20,90 poin atau 0,32 persen ke posisi 6.613,48. Penurunan ini terjadi di tengah sinyal pelonggaran kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS), namun diimbangi oleh kekhawatiran atas kinerja ekonomi global. Kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 juga turut turun 2,91 poin atau 0,39 persen ke posisi 741,87.
Penurunan IHSG ini menjadi sorotan pasar saham domestik. Analis dari Tim Riset Phillip Sekuritas Indonesia mencatat bahwa investor menyambut baik kabar pelonggaran kebijakan tarif perdagangan AS, meskipun masih ada ketidakpastian yang perlu diwaspadai. Pernyataan dari Gedung Putih mengenai potensi pelonggaran ketegangan dagang dengan China memberikan sentimen positif, namun masih perlu dilihat implementasinya di lapangan.
Meskipun demikian, sentimen positif tersebut tidak sepenuhnya mampu menahan IHSG dari pelemahan. Hal ini menunjukkan kompleksitas faktor yang mempengaruhi pasar saham, di mana sentimen global dan kondisi ekonomi domestik saling berinteraksi.
Pelonggaran Tarif AS dan Respon Pasar
Berita mengenai potensi pelonggaran tarif impor AS disambut positif oleh sebagian investor. Tim Riset Phillip Sekuritas Indonesia menyatakan bahwa hal ini menjadi salah satu faktor yang diperhatikan pasar. Namun, pemerintah China sendiri menyatakan belum adanya diskusi resmi dengan AS mengenai tarif, meskipun ada indikasi pelonggaran dari pihak AS. Presiden Trump sebelumnya mengisyaratkan kesepakatan yang adil dengan China, namun Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengklarifikasi bahwa belum ada penurunan tarif secara sepihak.
Bessent menjelaskan bahwa pemerintah AS mempertimbangkan berbagai faktor terkait China, termasuk hambatan non-tarif dan subsidi pemerintah China. Ia memperkirakan proses penyeimbangan kembali perdagangan antara kedua negara akan memakan waktu dua hingga tiga tahun. Hal ini menunjukkan bahwa proses negosiasi dan penyesuaian kebijakan perdagangan masih akan berlangsung dalam jangka panjang.
Pernyataan dari pejabat AS ini memberikan gambaran yang lebih kompleks mengenai situasi perdagangan AS-China. Meskipun ada sinyal positif, prosesnya masih panjang dan penuh tantangan. Investor perlu mencermati perkembangan selanjutnya untuk mengantisipasi dampaknya terhadap pasar saham.
Kontraksi PDB Korea Selatan dan Dampaknya
Selain isu perdagangan AS-China, investor juga mencermati rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Korea Selatan. Data menunjukkan kontraksi pertama sejak kuartal IV-2020, dengan penurunan aktivitas di sektor konstruksi yang signifikan (-12,4 persen year on year (yoy)). PDB kuartal I-2025 mengalami kontraksi 0,1 persen (yoy), berbanding terbalik dengan pertumbuhan 1,2 persen (yoy) di kuartal IV-2024. Secara kuartalan, PDB kuartal I-2025 menyusut 0,2 persen.
Data ini memberikan sinyal peringatan atas perlambatan ekonomi global. Korea Selatan merupakan ekonomi utama di Asia, dan penurunan PDB-nya dapat berdampak pada perekonomian regional, termasuk Indonesia. Investor perlu mempertimbangkan faktor ini dalam pengambilan keputusan investasi.
Kontraksi PDB Korea Selatan menunjukkan tantangan yang dihadapi ekonomi global saat ini. Kondisi ini perlu dipertimbangkan sebagai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja IHSG.
Pergerakan IHSG Sepanjang Perdagangan
IHSG dibuka menguat dan bertahan di zona positif hingga penutupan sesi pertama. Namun, pada sesi kedua, IHSG berbalik arah dan bergerak ke zona merah hingga penutupan. Enam sektor mengalami penguatan, dipimpin oleh sektor barang konsumen primer (1,00 persen), diikuti sektor industri dan infrastruktur. Sebaliknya, lima sektor melemah, dengan sektor barang konsumen non primer (-0,44 persen) dan properti sebagai yang terdepan.
Saham-saham yang mengalami penguatan terbesar antara lain TNCA, CGAS, BBKP, FORU, dan NICL. Sementara itu, saham-saham yang mengalami pelemahan terbesar adalah NETV, CASH, PLAN, WGSH, dan MEJA. Total frekuensi perdagangan mencapai 1.151.271 transaksi, dengan volume perdagangan 20,39 miliar lembar saham senilai Rp13,26 triliun. Dari total saham yang diperdagangkan, 327 saham naik, 274 saham turun, dan 203 saham stagnan.
Pergerakan IHSG mencerminkan dinamika pasar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik domestik maupun global. Investor perlu memperhatikan berbagai indikator ekonomi dan sentimen pasar untuk mengambil keputusan investasi yang tepat.
Secara keseluruhan, pelemahan IHSG pada Kamis lalu merupakan refleksi dari kompleksitas faktor yang mempengaruhi pasar saham. Meskipun ada sentimen positif dari potensi pelonggaran tarif AS, kekhawatiran atas perlambatan ekonomi global, seperti yang ditunjukkan oleh kontraksi PDB Korea Selatan, turut memberikan tekanan pada IHSG.